ALUTSISTA ARDAVA BERITA HANKAM CAKRA 401 SUBMARINE DEFENSE STUDIES INDO-DEFENSE INDONESIA DEFENSE INDONESIA TEKNOLOGI RINDAM V BRAWIJAYA THE INDO MILITER
Formil MIK Formil Kaskus Formil Detik.COM
PT.DI LAPAN LEN NUKLIR PAL PINDAD RADAR RANPUR ROKET RUDAL SATELIT SENJATA TANK/MBT UAV
TNI AD TNI AL TNI AU
HELIKOPTER KAPAL ANGKUT KAPAL INDUK KAPAL LATIH KAPAL PATROLI KAPAL PERANG KAPAL PERUSAK KAPAL SELAM PESAWAT TEMPUR PESAWAT ANGKUT PESAWAT BOMBER PESAWAT LATIH PESAWAT PATROLI PESAWAT TANKER
KOPASSUS PASUKAN PERDAMAIAN PERBATASAN
  • PERTAHANAN
  • POLRI POLISI MILITER
  • PBB
  • NATO BIN DMC TERORIS
    AMERIKA LATIN AMERIKA UTARA BRASIL USA VENEZUELA
    AFGANISTAN ETHIOPIA IRAN ISRAEL KAZAKHTAN KYRGYZTAN LEBANON LIBYA MESIR OMAN PALESTINA TIMUR TENGAH YAMAN
    ASEAN AUSTRALIA Bangladesh BRUNAI CHINA INDIA INDONESIA JEPANG KAMBOJA KORSEL KORUT
    MALAYSIA Selandia Baru PAKISTAN PAPUA NUGINI Filipina SINGAPURA SRI LANGKA TAIWAN TIMOR LESTE
    BELANDA BULGARIA INGGRIS ITALIA JERMAN ROMANIA RUSIA UKRAINA
    MIK News empty empty R.1 empty R.2 empty R.3 empty R.4

    Saturday, October 30, 2010 | 9:12 AM | 2 Comments

    Australia Diminta Tekan RI

    SYDNEY, JUMAT - Perdana Menteri Australia Julia Gillard didesak agar menekan Indonesia. Tujuannya adalah agar Indonesia segera menginvestigasi insiden penyiksaan oleh sejumlah aparat Tentara Nasional Indonesia terhadap dua warga Papua beberapa waktu lalu.

    Menurut Direktur Human Rights Watch (HRW) Deputi Asia Elaine Pearson, desakan itu harus disampaikan Gillard ketika bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat melawat ke Indonesia, awal November mendatang. Sebelumnya beredar rekaman video yang mempertontonkan aksi penyiksaan itu di situs Youtube.

    ”Gillard harus menekan Pemerintah Indonesia agar kasus penyiksaan bisa segera diinvestigasi secara kredibel, bukan disembunyikan ’ke bawah karpet’,” ujar Elaine.

    Sebelumnya Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto membenarkan rekaman itu sekaligus menyebut prajurit TNI yang terlibat sebagai ”tidak profesional”.

    Namun, menanggapi hal itu, Djoko Suyanto kepada Kompas mengatakan, Australia tidak perlu repot-repot menekan Indonesia. Selain karena persoalan itu adalah urusan dalam negeri Indonesia, pemerintah, menyusul insiden di Papua, juga sudah bersikap tanggap dengan mengakui serta kemudian segera memerintahkan investigasi dan penuntasannya.

    ”Saya tidak yakin PM Australia akan melakukannya. Kami sudah merespons kasus tersebut tanpa ada tekanan dari siapa pun,”
    ujar Djoko.

    Saat ditanya soal perkembangan penanganan kasus penyiksaan warga Papua, Djoko mengatakan, saat ini proses penyidikan sudah berjalan di tingkat Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih dan Markas Besar TNI Angkatan Darat.

    Pendapat senada juga disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah dan Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi PDI-P TB Hasanuddin.

    Saat dihubungi, Faizasyah sedang berada di Hanoi. Dia mengingatkan, kunjungan tersebut harus dilandasi semangat konsolidasi kerja sama bilateral dan hubungan baik yang telah terbangun. Juga harus diingat, penanganan kasus Papua sepenuhnya adalah kewenangan dan urusan dalam negeri Indonesia.

    ”Komitmen Indonesia dalam penanganan dan penuntasan kasus itu tidak perlu diragukan. Langkah investigasi tidak kita lakukan atas dasar tekanan dari pihak lain. Perintah Presiden Yudhoyono soal itu muncul akibat geram terhadap praktik seperti itu,” ujar Faizasyah.

    Konsumsi politik separatis

    TB Hasanuddin mengingatkan, persoalan itu bakal menjadi konsumsi politik kelompok-kelompok separatis, yang memang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Untuk mencegah itu, dia minta pemerintah segera mengumumkan hasil investigasi dan juga langkah hukum yang diambil sebelum kunjungan PM Australia itu.

    ”Kita memang tidak bisa melarang orang luar bertanya. Namun, harus diingat, jangan kita biarkan kebiasaan jelek dengan mendiamkan masalah hingga dilupakan. Masalahnya orang luar tidak pernah lupa akan keburukan kita. Kasus ini harus dituntaskan supaya tidak terulang,” ujar Hasanuddin.

    Secara terpisah, pengamat militer Universitas Indonesia, Andi Widjojanto, di China mengingatkan pentingnya sistem hukum pidana militer nasional untuk mengadopsi prinsip-prinsip humanitarian internasional, seperti Konvensi Geneva, Konvensi Antipenyiksaan, Statuta Roma, serta Protokol I dan II.

    Sumber: KOMPAS

    Berita Terkait:

    2 komentar:

    Koencahyo said...

    basi desak2 sekarang sudah jelas ini provokasi...warga papua ... itu cuma 2 (dua) orang sebuat aja namanya A dan B.. di arab saudi banyak penyiksaan TKI.. terakhir SUMIATI... harusnya judulnya "bangsa arab menyiksa dan menyerang warga negara indonesia"..

    admin said...

    ya begitu lah bung pada suka koar2 itu negara2 sekutu

    Post a Comment

     
    Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by ADMIN | Published by MAJU INDONESIA KU
    Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.