
BERANI berbuat, berani bertanggung jawab. Itulah sikap yang diperlihatkan Tentara Nasional Indonesia menyusul ditayangkannya tindak kekerasan yang dilakukan prajurit TNI di Papua melalui situs web Youtube. Semua orang terhenyak dengan kekerasan yang terekam, apalagi rekaman kekerasan itu kemudian menjadi tontonan masuarakat dunia.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto mengakui bahwa telah terjadi tindak kekerasan yang dilakukan prajurit TNI terhadap tahanan di Papua. TNI akan mencari tahu pelaku tindak kekerasan tersebut dan kemudian akan menjatuhkan sanksi kepada pelakunya.
Sikap jantan untuk mengakui kesalahan penting agar duduk persoalan bisa dibuat semakin jelas. Apalagi kita tahu tindakan itu pasti bukan kebijakan dari institusi, tetapi penyimpangan yang dilakukan oleh anggota TNI. Dengan pengakuan ini maka yang tinggal dilakukan adalah penyelidikan lebih lanjut dan penataan organisasi agar jangan sampai tindakan seperti ini kemudian terulang kembali.
Kemarin di kolom ini kita meminta Kepolisian Republik Indonesia untuk berani bersikap jantan. Tindakan ala koboi yang diperlihatkan anggota polisi ketika menangani demo mahasiswa tanggal 20 Oktober lalu, merupakan tindakan yang tidak pantas. Namun seperti biasa, polisi selalu berdalih dan tidak berani untuk mengakui kesalahannya.
Tanpa ada keberanian untuk mengakui kesalahan, maka tidak mungkin akan bisa dilakukan perbaikan. Akibatnya, maka tindakan asal main tembak, akan menjadi sikap yang biasa di aparat kepolisian. Kasus penembakan kepada warga bukan hanya terjadi hari Rabu lalu itu saja. Sudah beberapa kali insiden seperti itu terjadi dan selalu saja berulang, karena polisi tidak pernah berani mengakui kesalahannya.
Polri harus belajar kepada TNI untuk berani berjiwa besar. Secara terbuka mengakui kesalahan yang dilakukan anggotanya dan kemudian mencoba memerbaiki dirinya. Dengan itulah maka Polri akan menjadi organisasi yang semakin matang dan dewasa.
Sekarang ini kita hidup di era yang berbeda. Semua serba terbuka dan tidak mungkin ditutup-tutupi lagi. Teknologi informasi yang berkembang begitu pesat membuat semua peristiwa tidak mungkin bisa lepas dari pengamatan. Bocornya rekaman penganiayaan terhadap tahanan, bukan hanya dialami oleh TNI. Tentara Amerika dan Inggris tertangkap oleh kamera ketika melakukan penganiayaan terhadap tahanan yang ada di Abu Ghraib, Irak dan Guantanamo, AS. Rekaman penganiayaan itu disebarkan juga melalui sociamedia dan dalam waktu yang cepat menjadi perguncingan di seluruh dunia.
Apa yang lalu dilakukan Angkatan Bersenjata Amerika Serikat dan juga Inggris? Apakah mereka lalu bersembunyi dan mencoba untuk mengelak dari kenyataan? Lalu apakah kemudian mereka juga mencoba untuk cuci tangan dan tidak mau mengakui kesalahannya?
Sebuah tindakan konyol, apabila Angkatan Bersenjata AS dan Inggris kemudian mencoba untuk mengelak dari tanggung jawab. Mereka malah akan dikejar untuk dimintai pertanggungjawaban. Dosa paling dari seorang pemimpin adalah ketika ia mengelak dari tanggung jawab.
Dalam kasus pelanggaran berat yang terjadi di penjara Abu Ghraib dan juga Guantanamo, kita ingat bagaimana Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS harus memertanggungjawabkan kesalahan anak buahnya di depan Kongres. Kedua pejabat tinggi pertahanan AS itu tidak mencoba menghindar dari tanggung jawab, namun menjawab kesalahan dengan memerbaiki sikap dan perilaku dari para prajurit AS.
Pemerintah dan TNI tidak perlu berkecil hati dengan apa yang terjadi di Papua. Kita memang malu ketika tindakan kekerasan seperti itu kemudian ditayangkan di televisi-televisi internasional. Namun kita akan lebih malu kalau mencoba menyangkal fakta yang ada dan tidak mencoba memerbaiki diri.
Setelah keterangan yang disampaikan Menko Polhukam, yang perlu ditindaklanjuti adalah melakukan koreksi ke dalam. Terutama para pembina di jajaran Angkatan Darat harus mengevaluasi ulang semua prosedur yang berlaku dan semua aturan yang berlaku itu harus bisa diturunkan kepada seluruh prajurit di lapangan.
Kepala Staf Angkatan Darat yang bertanggung jawab terhadap pembinaan prajurit, tidak bisa tinggal diam. Apa yang terjadi di Papua menunjukkan bahwa reformasi sikap dan perilaku prajurit belumlah berjalan optimal. Kebiasaan lama untuk menggunakan kekerasan, masih melekat pada diri prajurit TNI-AD.
Tentu kita tidak bisa menggeneralisasi. Bisa jadi pemahaman seperti itu hanya ada pada sebagian kecil prajurit. Tetapi KSAD harus mengevaluasi secara menyeluruh dan memastikan di mana persoalan masih ada dan kemudian melakukan perbaikan.
Kita harus memetik hikmah dari setiap kejadian. Hikmah yang baik dan perlu terus kita pertahankan adalah sikap ksatria untuk mau mengakui kesalahan. Dari pengakuan itulah lalu kita melakukan perbaikan, sehingga akhirnya kita bisa membangun sebuah sistem yang jauh lebih baik lagi. Itu harus berlaku pada semua kita.
Sumber: METRO TV
Berita Terkait:
TNI
- 2014, Pemerintah Mengalokasikan Rp 83,4 Triliun Untuk Kementerian Pertahanan.
- Dilema Pengadaan Alutsista TNI : Baru, Bekas Atau Rekondisi?
- Indonesia Butuh Satu Dekade Lagi Untuk Pemenuhan Alutsista
- Komisi I : Kemhan Usulkan Tambahan Anggaran Untuk Pengadaan Apache Dan Hercules
- Pengamat : Alutsista TNI Harus Bisa Bantu Sipil Saat Darurat
- Komisi I Akan Dorong Tambahan Anggaran Kesejahteraan TNI di APBN-P 2013
- Panglima TNI : TNI Akan Melakukan Latihan Terbesar Tahun 2014
- Presiden: Logistik dan Distribusi, Kunci Utama Alutsista TNI
- Presiden Janjikan Modernisasi Alutsista TNI Tuntas 2014
- Besok, 16 Ribu Prajurit TNI Latihan Tempur Di Situbondo
- Presiden : Alutsista Indonesia Harus Lebih Besar Dan Modern Dari Tetangga
- PT DI Siap Kirim 10 Helikopter & 7 Pesawat Pesanan TNI
- Panglima TNI : Komnas HAM Itu Biadab!
- Pengerahan Pasukan TNI Di Papua Tunggu Perintah Dari Presiden
- Kemenhan Percepat Realisasi Modernisasi Alutsista TNI Sampai 2019
- Komisi I Minta TNI Laksanakan Pengadaan Alutsista Secara Maksimal
- Panglima TNI : 2014, Kekuatan Minimum TNI Capai 38% dari Target
- Prajurit Kodam Siliwangi Jaga Perbatasan Indonesia - Papua Nugini
- 2012, TNI Belanja Alutsista Habiskan Rp 53,2 triliun
- Menhan : Alutsista TNI Membaik Tiga Tahun Kedepan
- TNI Rekrut 16 Calon Perwira Penerbang
- Kemhan Serahkan Pengajuan Anggaran Optimalisasi 2013 ke TNI
- Kemhan : Alutsista 2013 Akan Semakin Moderen
- Tim Inspeksi PBB Periksa Kesiapan Alutsista TNI Di Lebanon
- Menhan : Prajurit Harus Memiliki Semangat Juang, Walaupun Alutsista Terbatas
INDONESIA
- Proses Pengecatan Leopard 2A4 Dan Marder 1A3 TNI AD
- Kemhan : Indonesia-Rusia Belum Sepakat Hibah Kapal Selam
- Foto Kedatangan Leopard 2A4 Dan Marder 1A3
- 2014, Dua Helikopter Apache Tiba Di Indonesia
- Indonesia dan Polandia Jajaki Kerjasama Produksi Bersama Alutsista
- Dua Su-30MK2 TNI AU Tiba Di Makasar
- Komisi I Siap Awasi Pengadaan Helikopter Apache
- Indonesia Kirim Degelasi Ke Rusia Untuk Tinjau 10 Kapal Selam
- Kemhan Kirim Tim untuk Pelajari Spesifikasi Apache
- Menhan Tempatkan Satu Squadron Apache Di dekat Laut China Selatan
- Selain Apache AH-64E, Indonesia Juga Tertarik Dengan Chinook
- Komisi I Dukung Pengadaan Satelit Untuk Pertahanan Negara
- Darurat , Tol Jagorawi Dijadikan Landasan Pesawat Tempur
- Rusia - AS Saling Berlomba Dalam Pengadaan Alutsista Indonesia
- Komisi I : Kami Berharap AS Turut Berpartisi Dengan Industri Pertahanan RI
- Komisi I Mendukung Tawaran 10 Kapal Selam Bekas Dari Rusia
- Rusia Tawarkan 10 Kapal Selam Bekas Kepada Indonesia
- 2014, Pemerintah Mengalokasikan Rp 83,4 Triliun Untuk Kementerian Pertahanan.
- Ketua KNKT : Lanud Polonia Harus Aman Untuk F-16
- Hari ini, 4 Kapal Perang Indonesia Show Force Balas Provokasi Malaysia
- KSAD : Helikopter Apache Akan Tiba 2018
- Korsel Kembangkan Internal Waepon Bay Untuk Pesawat Tempur K/IFX
- Islamic Development Bank Fasilitasi Kredit Ekspor Untuk PT DI
- Perancis Tingkatkan Kerjasama Pertahanan Dengan Indonesia
- Indonesia Kurang Teliti Dalam Pengadaan Pesawat Super Tucano Dari Brasil
0 komentar:
Post a Comment