ALUTSISTA ARDAVA BERITA HANKAM CAKRA 401 SUBMARINE DEFENSE STUDIES INDO-DEFENSE INDONESIA DEFENSE INDONESIA TEKNOLOGI RINDAM V BRAWIJAYA THE INDO MILITER
Formil MIK Formil Kaskus Formil Detik.COM
PT.DI LAPAN LEN NUKLIR PAL PINDAD RADAR RANPUR ROKET RUDAL SATELIT SENJATA TANK/MBT UAV
TNI AD TNI AL TNI AU
HELIKOPTER KAPAL ANGKUT KAPAL INDUK KAPAL LATIH KAPAL PATROLI KAPAL PERANG KAPAL PERUSAK KAPAL SELAM PESAWAT TEMPUR PESAWAT ANGKUT PESAWAT BOMBER PESAWAT LATIH PESAWAT PATROLI PESAWAT TANKER
KOPASSUS PASUKAN PERDAMAIAN PERBATASAN
  • PERTAHANAN
  • POLRI POLISI MILITER
  • PBB
  • NATO BIN DMC TERORIS
    AMERIKA LATIN AMERIKA UTARA BRASIL USA VENEZUELA
    AFGANISTAN ETHIOPIA IRAN ISRAEL KAZAKHTAN KYRGYZTAN LEBANON LIBYA MESIR OMAN PALESTINA TIMUR TENGAH YAMAN
    ASEAN AUSTRALIA Bangladesh BRUNAI CHINA INDIA INDONESIA JEPANG KAMBOJA KORSEL KORUT
    MALAYSIA Selandia Baru PAKISTAN PAPUA NUGINI Filipina SINGAPURA SRI LANGKA TAIWAN TIMOR LESTE
    BELANDA BULGARIA INGGRIS ITALIA JERMAN ROMANIA RUSIA UKRAINA
    MIK News empty empty R.1 empty R.2 empty R.3 empty R.4

    Tuesday, September 21, 2010 | 4:19 PM | 0 Comments

    Pakar: Batalkan Perjanjian Laut Timor dengan Australia!


    Kupang (ANTARA ) - Pemerhati masalah Laut Timor,. Ferdi Tanon. mengatakan seluruh perjanjian RI-Australia di Laut Timor harus dibatalkan sebelum Indonesia dan Timor Leste menetapkan garis batas permanen wilayah perairan kedua negara.

    "Pembatalan ini amat sangat penting untuk kemudian dirundingkan secara trilateral bersama RI-Timor Leste dan Australia sesuai prinsip internasional yang berlaku dengan menggunakan garis tengah," katanya di Kupang, Selasa.

    Penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta" mengemukakan pandangannya tersebut menanggapi pertemuan DPD-RI dengan Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Senin (20/9), yang antara lain membahas tentang isu batas laut Indonesia-Timor Leste.

    Menurut Tanoni, jika Indonesia tidak membatalkan seluruh perjanjian di Laut Timor dengan Australia terlebih dahulu, maka Indonesia pada akhirnya akan kalah dalam diplomasi garis batas dengan sebuah negara kecil setengah Pulau Timor itu.

    "Saya memperkirakan Indonesia hanya akan kebagian 7,5 sampai 15 persen saja dari wilayah Laut Timor yang kaya raya akan deposit fosil bahan bakar jika tidak terlebih dahulu membatalkan seluruh perjanjian di Laut Timor dengan Australia," kata mantan agen Imigrasi Kedutaan Besar Australia itu.

    Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) ini juga menanyakan lambannya Kementerian Luar Negeri Indonesia merundingkan batas laut Timor dengan Timor Leste setelah bekas provinsi ke-27 Indonesia itu berpisah menjadi sebuah negara merdeka melalui referendum 30 Agustus 1999 lalu.

    "Apakah Kementerian Luar Negeri Indonesia takut atau dipaksa untuk tidak melakukan atau memang dari segi diplomasi tidak mampu dan lemah menghadapi Timor Leste dan Australia atau ada faktor lain yang menyebabkan pembahasan batas maritim RI-Timor Leste menjadi sangat lamban," katanya dalam nada tanya.

    "Saya khawatir, jangan sampai perundingan batas Laut Timor dengan Timor Leste itu baru akan selesai 20 tahun lagi ketika hampir seluruh kekayaan di Laut Timor telah habis dikuras oleh Timor Leste dan Australia. Ini patut kita pertanyakan," ujarnya.

    Tanoni mengaku kecewa terhadap Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa yang menyatakan bahwa batas-batas RI-Australia di Laut Timor termasuk di selatan Pulau Rote telah selesai.

    "Ini kebohongan besar kepada publik Indonesia dan dunia internasional, karena Perjanjian Batas-batas Dasar Laut Tertentu dan ZEE antara RI-Australia di Laut Timor dan Arafura tahun 1997 yang di dalamnya tercakup pula Gugusan Pulau Pasir, hingga hari ini belum diratifikasi oleh parlemen Australia maupun Indonesia," kata Tanoni.

    Ia menambahkan perjanjian yang hanya memuat 11 pasal itu menegaskan, "perjanjian ini mulai berlaku pada saat pertukaran piagam-piagam ratifikasi", sehingga sangat tidak logis jika Natalegawa mengatakan perjanjian RI-Australian di Laut Timor selesai.

    "Kementerian Luar Negeri Indonesia membiarkan aparat keamanan Australia dengan bebas menggiring dan menagkap para nelayan tradisional di kawasan tersebut, kemudian menuduh mereka sebagai penyelundup imigran gelap," katanya.

    "Janganlah sepotong-sepotong wilayah kedaulatan NKRI ini tergadaikan atau digadaikan kepada negara asing karena ketidakmampuan dan ketidakpiawaian Menteri Luar Negeri dan stafnya berdiplomasi dengan negara asing," tambahnya.

    Tanoni menegaskan pihaknya akan menggalang kekuatan masyarakat adat untuk melawan Australia di pengadilan internasional dengan menggunakan hak-hak ulayat masyarakat adat atas Laut Timor yang dilindungi Piagam PBB.

    "Hak-hak ulayat masyarakat adat juga sudah merupakan sebuah hukum posistif di Australia, sehingga kami tidak merasa cemas dan khawatir jika melakukan perlawanan terhadap Australia di pengadilan internasional," demikian Ferdi Tanoni.

    Sumber: ANTARA

    Berita Terkait:

    0 komentar:

    Post a Comment

     
    Copyright © 2010 - All right reserved | Template design by ADMIN | Published by MAJU INDONESIA KU
    Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome and opera.